Figur Suami dan Ayah Di dalam Keluarga Kristen
Suami adalah kepala keluarga. Efesus 5:23 mengatakan, “Karena suami adalah
kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dia adalah yang
menyelamatkan tubuh.” Begitu pula suami sebagai kepala keluarga wajib mengasihi
istrinya, sama seperti tubuhnya sendiri (Efesus 5:28).
Sebagai pemimpin di dalam keluarga, suami diharapkan bisa menyatukan
keluarganya untuk mencapai tujuan bersama. Ia harus dipercaya oleh semua
anggota keluarganya dan menjadi teladan yang baik bagi mereka. Selain itu, ia
perlu waspada untuk tidak mengidolakan istri dan anak-anaknya sehingga mengalahkan
Tuhan (counterfeit God ).
Bagaimana Figur Suami Kristen yang Diharapkan Oleh Istrinya?
Setiap istri ingin dicintai oleh suaminya dengan sepenuh hati. Hal itu dapat
dijabarkan dalam akronim COUPLE
C = Closeness (Kedekatan)
“Sebab itu seorang laki laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian
2:24). Awal pernikahan sangat penting untuk menciptakan suasana atau kebiasaan
hubungan erat di antara suami istri, sebelum mereka menghadapi masalah di
kemudian hari.
O = Openess (Keterbukaan)
Istri menginginkan keterbukaan dari suaminya, karena itu jangan ada yang
ditutupi oleh suami. Istri ingin agar masalah yang dihadapi suaminya juga
menjadi masalah bersama.
U = Understanding (Pengertian)
Istri mendambakan pengertian dari suaminya dan suami diharapkan untuk banyak
mendengarkan apa yang diceritakan oleh istri.
P = Peacemaking (Menciptakan Perdamaian)
Istri berharap bahwa suaminya dapat menjadi juru damai di antara mereka.
Suami diharapkan untuk bersikap rendah hati dan mau mengakui kesalahan yang
dilakukannya serta meminta maaf kepada istrinya. Permintaan maaf yang enggan
diucapkan dapat menimbulkan dendam di hati istri dan menjadi sumber
pertengkaran yang tidak ada habisnya. “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu
bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang” (Roma 12:18).
L = Loyalty (Kesetiaan)
“Yakni orang-orang yang tidak bercacat, yang mempunyai satu istri” (Titus
1:6a). Istri harus yakin bahwa suaminya cinta dan setia kepadanya, sehingga
membuatnya bersemangat dan termotivasi. Inilah yang Tuhan inginkan dalam
perkawinan, yaitu pasangan suami-istri yang setia satu sama lain sampai maut
memisahkan mereka. Tiger Wood mengatakan, “It may not possible to repair the
damage I have done, but I want to do my best to try… I need to focus my
attention on being a better husband, father and person.” (Barangkali saya tidak
dapat memperbaiki kerusakan yang sudah saya lakukan, tetapi saya akan berusaha
keras untuk mencobanya… Saya perlu memusatkan perhatian saya untuk menjadi
suami, ayah dan pribadi yang lebih baik). Tiger Wood menyadari bahwa sesuatu
yang sudah rusak tidak mudah diperbaiki dan ada banyak kemungkinan untuk gagal.
E = Esteem (Penghargaan)
Istri menginginkan agar suaminya menghargai pendapatnya dan memberi dorongan
kepadanya. Ia juga berharap bahwa suaminya menghargai apa yang dilakukannya
bagi keluarga.
Sebagai suami Kristen, seorang laki-laki harus memberikan kasih yang tak
bersyarat. “Hai suami kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi
jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. (Efesus 5:25). Di dalam Efesus
5:28-29 juga dikatakan, “Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama
seperti tubuhnya sendiri. Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri.
Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.”
Ayah Dalam Keluarga Kristen
Seorang ayah di dalam keluarga Kristen wajib mengenalkan anak-anaknya kepada
Tuhan dan mendidik mereka agar siap menghadapi masa depan. Efesus 6:4
mengatakan, “Dan kamu, bapak-bapak, jangan bangkitkan amarah di dalam hati
anak-anakmu, tetapi didiklah mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Amsal 2:6:
juga mengajarkan, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka
pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”
Apakah tugas mengenalkan anak-anak kepada Tuhan dapat dipercayakan kepada
pendeta atau guru Sekolah Minggu? Tentu saja tidak. Tugas ini tidak dapat
didelegasikan kepada orang lain, karena merupakan tangung jawab orangtua.
Pendeta dan guru Sekolah Minggu hanya membantu anak-anak untuk mengenal Tuhan,
tetapi bimbingan yang terutama harus dari ayah dan ibu, yang menjadi panutan
bagi anak-anak mereka dalam sikap dan kehidupan mereka sebagai anak-anak Allah.
Pendidikan adalah proses penanaman dan pengembangan hal-hal yang baik dalam
diri anak. Karena itu orangtua perlu terlebih dahulu mempunyai pemahaman yang
baik tentang apa yang perlu dipupuk demi kepentingan hari depan anak-anak
mereka. Pendidikan membutuhkan kerja sama yang erat antara ayah dan ibu.
Keduanya perlu sepakat dalam mengarahkan pendidikan itu dan sama-sama
mengajarkan hal yang benar. Jika upaya ini hanya dilakukan oleh ibu, kelak ayah
akan melihat hasil suatu produk yang mungkin berbeda sekali dengan apa yang
dikehendakinya.
Apa yang dilarang oleh ibu, hendaknya juga tidak diizinkan oleh ayah. Apa
yang dikecam ayah, jangan disanjung oleh ibu. Amsal 1:8 dengan tegas menyatakan
hal itu, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu dan jangan menyia-nyiakan
ajaran ibumu.” Begitu juga kalau ayah dan ibu berbeda pendapat, apalagi
terlibat konflik, sebaiknya hal itu tidak dilakukan di depan anak-anak mereka.
Ayah dan Suami Teladan
Seorang anak datang ke rumah Pak Pendeta dengan muka yang sangat sedih. Ia
mohon agar Pak Pendeta mau datang ke rumahnya karena ada yang sakit di sana dan
perlu didoakan. Dengan tergopoh-gopoh Pak Pendeta datang ke rumah anak itu,
tetapi betapa kagetnya ia karena yang sakit hanyalah kucing peliharaan anak
itu. Meskipun demikian, agar tidak mengecawakan anak itu, Pak Pendeta tersebut
berdoa, “Hai kucing, kalau kamu mau mati, matilah, dan kalau kamu mau hidup,
hiduplah. Amin.” Kemudian Pak Pendeta itu pulang.
Beberapa hari kemudian kucing itu sembuh, sehingga anak itu sangat gembira.
Untuk menyatakan rasa terima kasihnya ke Pak Pendeta, ia membuat sebuah
lukisan. Setelah lukisan itu selesai, ia segera membawanya ke rumah Pak
Pendeta, tetapi tidak ada orang yang membukakan pintu untuknya, meskipun ia
sudah mengetuknya beberapa kali. Ia hampir beranjak pergi, ketika didengarnya
pintu dibuka oleh Pak Pendeta yang kelihatan kuyu dan tidak sehat. Anak itu
dipersilakan masuk dan ia lalu menyerahkan lukisan hasil karyanya kepada Pak
Pendeta. Sebelum pulang, ia meminta izin kepada Pak Pendeta untuk mendoakannya.
Dengan wajah yang serius, anak ini lalu berdoa, “Hai Pak Pendeta, kalau kamu
mau mati, matilah, dan kalau kamu mau hidup, hiduplah. Amin.”
Kisah ini menggambarkan bahwa anak mudah menirukan sikap dan gaya orang yang
lebih tua, karena itu kita harus selalu menjaga perilaku kita dan memberikan
teladan yang baik kepada mereka. Ulangan 6:4 dengan jelas mengatakan, “Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun.” Ayah akan mudah mendidik anak-anaknya apabila anak-anaknya
mempercayainya, demikian pula istrinya.
Ada beberapa saran agar istri dan anak-anak memercayai ayah:
1. Jujur
Seorang ayah harus jujur mengakui kesalahannya kepada anak dan istrinya,
demikian pula kepada orang lain. Buatlah suasana akrab di dalam keluarga, agar
masing-masing mau mengakui perbuatannya yang salah dan meminta maaf, sehingga
dapat dicarikan jalan keluarnya. Orangtua yang tidak rendah hati mengakui
kesalahannya, memberikan teladan buruk kepada anak-anaknya, dan kelak juga akan
menanggung akibatnya.
2. Konsisten
Kata dan perbuatan kita harus sama. Orangtua juga harus menghindari tindakan
menganak-emaskan anak yang satu, dan memojokkan anak yang lain, sehingga timbul
persaingan tidak sehat di antara anak-anak itu. Anak yang dikalahkan akan
merasa iri, dendam atau rendah diri, sedangkan anak yang dimenangkan akan
bersikap sombong dan tidak mau mengalah.
3. Integritas
Kepentingan keluarga dan kepentingan bersama harus didahulukan. Hal ini
dicontohkan oleh Tuhan Yesus ketika Ia berdoa di taman Getsemani untuk
menyerahkan diri sebagai penebusan dosa manusia: “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini
tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” (Mat.
26:42). Billy Graham pun tidak gentar menghadapi celaan orang banyak ketika ia
mengunjungi seorang pendeta yang di penjara karena korupsi, “sebab Anak Manusia
datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lukas 19:10).
4. Komunikasi
Komunikasi sangat penting di dalam sebuah keluarga dan harus dimulai sejak
awal pernikahan. Anak-anak yang sejak kecil dididik untuk membina komunikasi
yang baik dengan orangtua mereka, akan selalu merasa nyaman untuk mencurahkan
isi hati kepada orangtua mereka, meskipun mereka sudah beranjak dewasa.
Untuk bisa berkomunikasi dengan baik, ayah yang bijaksana harus lebih banyak
mendengarkan anak dan tidak cepat membuat kesimpulan sendiri yang akhirnya
membuat anak menutup diri. Buatlah suasana yang terbuka dan bersahabat, dan
hindarilah penggunaan kata-kata yang otoriter dan merasa benar sendiri. Sedapat
mungkin, berbicaralah kepada anak dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti.
Ada pepatah
yang mengatakan, “Masuklah kandang ayam dengan berkotek-kotek, dan masuklah
kandang kambing dengan mengembik.”
Keempat pokok di atas sangat membantu seorang ayah di dalam mendidik
anak-anaknya, karena mereka memercayainya dengan sepenuh hati. Kita juga harus
selalu melibatkan Tuhan di dalam mendidik anak-anak kita, karena anak-anak
merupakan anugerah indah yang Tuhan percayakan kepada kita untuk dipelihara dan
dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
Memang tidak mudah mendidik anak-anak, karena kita tidak dapat terus-nenerus
bersama mereka. Banyak hal yang dapat memengaruhi mereka, baik teman-teman,
lingkungan, televisi, ataupun internet, yang belum tentu berdampak baik bagi
pertumbuhan mereka. Namun kita harus berpikir positif dan melakukan tugas yang
menjadi bagian kita. Tuhan akan menolong kita.
Think the right thing.
Do your best and God will
do the rest.