Regenerasi
Dan Kaderisasi Sesuai Firman Tuhan
Sebagai orang tua, kita
mengemban tugas untuk mendidik anak-anak kita sejak masa kanak-kanak, saat
menempuh pendidikan formal di sekolah sampai mereka akil balig. Perlu diketahui
bahwa pendidikan yang kita berikan tidak hanya terbatas pada rupa-rupa ilmu
pengetahuan dan ketrampilan atau skills saja. Firman Tuhan dalam Amsal
22:6 menasihati kita, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut
baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang daripada jalan
itu.” Jalan manakah yang dimaksud oleh Amsal ini? Sebagai orang tua, kita
masing-masing pasti memiliki pengalaman hidup. Apa yang kita lakukan di masa
lalu dapat diartikan sebagai jalan yang sudah kita lewati.
Jalan itulah yang dapat
kita ajarkan kepada anak-anak kita.
Salah satu contoh, saat kita mengajak anak-anak kita ke sekolah minggu atau ke kebaktian remaja dan kaum muda, kita sebagai orang tua sudah terlebih dahulu melewati jalan itu; artinya kita memiliki pengalaman membawa diri kita kepada Tuhan melalui ibadah-ibadah di gereja kita.
Salah satu contoh, saat kita mengajak anak-anak kita ke sekolah minggu atau ke kebaktian remaja dan kaum muda, kita sebagai orang tua sudah terlebih dahulu melewati jalan itu; artinya kita memiliki pengalaman membawa diri kita kepada Tuhan melalui ibadah-ibadah di gereja kita.
Dengan demikian kita dapat meyakinkan anak-anak kita bahwa mereka sedang menempuh jalan yang tepat. Kitapun dididik Firman Tuhan sehingga kita dapat menemukan ’Jalan, Kebenaran dan Hidup’ di dalam pribadi Tuhan Yesus Kristus! Dialah Pribadi Firman Allah yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita dan Yesuslah satu-satunya jalan, tidak ada yang lain.
Dalam 2 Timotius 3:14-17,
Rasul Paulus berpesan kepada Timotius seorang murid-nya yang masih muda untuk
mengingat kembali masa-masa lalu yang pernah dialaminya. Disebutkan bahwa
Timotius harus ”tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan
engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya
kepadamu.” Rasul Paulus menginginkan supaya Timotius tidak ’menyimpang’
atau memilih jalan lain yang bertentangan dengan ajaran yang telah diterimanya
selama ini. Rasul Paulus bahkan lebih jauh mengingatkan Timotius, ”Ingatlah
juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci.”
Tampak jelas bahwa Rasul
Paulus sangat berharap Timotius dapat melanjutkan semua
perjuangannya dalam memberitakan Injil.
Bagi kita saat ini, sering kita menggunakan kata regenerasi. Sebagai kehidupan yang sudah lanjut umur, kita seharusnya merenungkan hal berikut: siapa yang akan melanjutkan perjuangan kita dalam melayani Tuhan? Secara jasmani, merupakan hal yang wajar jika seorang ayah menginginkan putra putrinya melanjutkan usaha atau bisnis yang dimilikinya. Alangkah kecewa hati orang tua jika ternyata putra-putrinya tidak mau menjadi penerus usaha orang tuanya. Namun pandangan kita harus lebih fokus kepada perkara rohani, tidak terbatas pada perkara jasmani!
Kalimat ”dari kecil
engkau sudah mengenal Kitab Suci” yang diucapkan Rasul Paulus harus
menjadi perhatian kita saat ini. Kalimat itu mengandung arti bahwa Timotius sudah
dididik untuk mengenal Kitab Suci sejak kecil! Hasil didikan sejak
kecil, setelah bertumbuh remaja dan menjadi dewasa, Timotius menjadi pemuda
yang siap menerima tongkat estafet dari Rasul Paulus!
Marilah kita melihat
beberapa contoh di dalam Alkitab tentang kehidupan yang dipersiapkan untuk
menjadi penerus, dilihat dari proses pendidikan sejak kecil, peran orangtua,
dan hasilnya.
1. Musa (Keluaran 2:1-4,7-10)
Kisah
dalam Alkitab tentang Musa sangatlah terkenal. Marilah kita merenungkan kisah
ini dengan menempatkan diri pada posisi sebagai orang tua Musa. Sebagai
orang tua yang hidup di zaman itu – saat Israel dalam perbudakan di Mesir
dibawah siksaan dan ancaman hukuman mereka seakan-akan tidak memiliki
pengharapan bagi masa depan Musa. Berdasarkan perintah Firaun, anak-anak lelaki
harus dibuang ke dalam sungai Nil. Ini berarti Musa tidak mempunyai kesempatan
untuk hidup apalagi sebagai generasi penerus. Itulah kondisi yang dihadapi
orang tua Musa saat itu!
Namun
sungguh luar biasa rencana Allah! Sewaktu Musa diangkat menjadi anak angkat putri
Firaun, timbullah sedikit harapan mengenai masa depannya, karena mungkin saja
Musa akan menjadi penguasa Mesir menggantikan Firaun. Tetapi Allah memiliki
rencana lain!
Musa harus mengalami berbagai macam proses sampai akhirnya ia menjadi pemimpin bangsa Israel keluar dari Mesir! Melalui fakta dalam Alkitab, kita menyaksikan suatu proses awal dari mana Musa memperoleh perasaan ’kebangsaan’nya sebagai orang Ibrani.
Musa
mengalami proses awal: cinta kasih di dalam keluarganya! Kesempatan
orang tua Musa untuk menanamkan cinta kasih mereka melalui perhatian dan air
susu yang diminum bayi Musa begitu singkat, hanya sekitar tiga bulan tetapi
mereka memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya. Setelah tiga bulan berlalu,
mereka tidak lagi dapat menyembunyikan Musa.
Sekalipun
demikian, mereka tetap berusaha menyelamatkan Musa dengan satu tindakan penuh
resiko yaitu menghanyutkan bayi Musa di sungai Nil. Miryam kakak Musa tidak
berdaya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seandainya bayi Musa
mengalami peristiwa yang dapat mengancam keselamatan jiwanya, misalnya menjadi
mangsa buaya di sungai Nil.
Bagaimanapun juga, bayi Musa tetap diawasi dari jauh oleh Miryam. Selanjutnya kita membaca bagaimana tangan Allah menyelamatkan Musa! Setelah putri Firaun menemukan Musa, Miryam atas dorongan cintanya pada Musa menawarkan bantuan untuk mencari inang penyusu bagi Musa dan dia memanggil ibu mereka sendiri. Akhirnya bayi Musa disusui oleh ibunya sendiri. Inilah bentuk cinta kasih orang tua dan keluarga yang dialami Musa! Musa menerima pendidikan: sikap mencintai keluarga!
Bagaimanapun juga, bayi Musa tetap diawasi dari jauh oleh Miryam. Selanjutnya kita membaca bagaimana tangan Allah menyelamatkan Musa! Setelah putri Firaun menemukan Musa, Miryam atas dorongan cintanya pada Musa menawarkan bantuan untuk mencari inang penyusu bagi Musa dan dia memanggil ibu mereka sendiri. Akhirnya bayi Musa disusui oleh ibunya sendiri. Inilah bentuk cinta kasih orang tua dan keluarga yang dialami Musa! Musa menerima pendidikan: sikap mencintai keluarga!
Walau
kemudian Musa dikembalikan kepada putri Firaun dan mendapat didikan berbagai
macam ilmu orang Mesir, rasa ’kebangsaan’nya tetap muncul saat Musa
berinteraksi dengan orang Ibrani! Dari mana semua itu berasal? Mengapa Musa
tidak goyah meski dia sudah menerima segala macam tata cara, adat, kebudayaan,
dan ideologi orang Mesir? Oleh karena orang tua dan keluarganya telah
menanamkan cinta kasih mereka kepada Musa! Di dalam diri Musa telah tertanam jiwa
orang Ibrani!
Inilah
yang harus kita lakukan jika kita rindu memiliki generasi penerus yang kuat
dalam iman kepada Kristus: memberikan cinta kasih dan air
susu yang murni, itulah pengajaran Firman Tuhan
kepada mereka! Ciptakan komunikasi yang baik dengan generasi penerus dan
tanamkan semangat untuk mempertahankan kesatuan serta keutuhan di dalam sidang
jemaat sebagai sesama anggota tubuh Kristus!
2. Samuel (1 Samuel 1:20-21,26-28)
Bagi
Samuel, peranan ibunya sangat dominan. Namun kita menemukan satu pribadi lagi
yang berperan dalam mendidik Samuel, itulah Imam Eli, walau dia gagal mendidik
anak-anaknya sendiri. Sebagai seorang ibu, Hana telah berdoa dengan
sungguh-sungguh memohon kepada Allah untuk dikaruniai seorang anak. Saat
membawa Samuel kepada Imam Eli, Hana masih berada di dalam kegiatan doanya.
Bahkan dia menyatakan kepada Imam Eli bahwa Samuel adalah berkat dari Tuhan
yang diminta dalam doa-doanya selama itu. Sangatlah penting peranan ibu
(orang tua) untuk mendoakan anaknya secara berkelanjutan / kontinyu!
Hasilnya,
setelah Samuel bertumbuh besar, dia menjadi seorang anak yang disenangi Allah.
Hal itu tidak sulit untuk diprediksi karena Allah melihat ke dalam batin
Samuel. Bahkan dalam hubungan horisontal, Samuel juga disenangi oleh orang-orang
di sekitarnya (1 Samuel 2:21,26). Marilah kita mencontoh apa yang
telah dilakukan oleh Hana, yaitu percaya bahwa anak-anak kita adalah suatu
berkat, warisan, harta mahal yang berasal dari Tuhan (bnd. Mazmur 127:3)! Hana
juga memiliki sikap menjaga pernikahannya walau pada awalnya
dia tidak memperoleh keturunan (=anak), dia tetap tekun berdoa memohon pertolongan Tuhan hingga akhirnya Tuhan memberkati pernikahan mereka dengan keturunan! Hana juga senantiasa mendoakan anak-anaknya! Inilah poin ke-2 : jangan berhenti mendoakan anak-anak kita!
dia tidak memperoleh keturunan (=anak), dia tetap tekun berdoa memohon pertolongan Tuhan hingga akhirnya Tuhan memberkati pernikahan mereka dengan keturunan! Hana juga senantiasa mendoakan anak-anaknya! Inilah poin ke-2 : jangan berhenti mendoakan anak-anak kita!
3. Timotius (2 Timotius 1:1-2, 5)
Iman
yang dimiliki oleh Timotius bukanlah iman yang otomatis atau langsung
ditransfer dari nenek dan orang tuanya. Iman Timotius tumbuh melalui proses
melihat praktik iman nenek (Lois) dan ibunya (Eunike). Yakobus
menyatakan bahwa ”iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati”
(bnd. Yakobus 2:20). Dengan menjadi saksi iman ibu dan neneknya, iman Timotius
bertumbuh dewasa. Walaupun ibu Timotius menikah dengan orang Yunani,
iman Timotius tetap kuat karena dia menghargai keselamatan lebih dari yang
lainnya.
Apa
hasil dari iman Timotius? Kisah Para Rasul 16:1-2 menulis: ”Timotius
ini dikenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan Ikonium”.
Di
dalam bahasa Mandarin, kata ’baik’ ditulis dengan kata ’memuji dia’; berarti
Timotius telah menjadi seorang pemuda yang pantas menerima pujian dari
orang-orang di sekitarnya. Dalam hal apa? 1 Timotius 4:12 menulis, ”dalam
perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam
kesucianmu”.
Iman
Timotius tentu juga mengalami ujian tetapi dia mendapat kekuatan luar
biasa dengan melihat contoh iman orang-orang yang mengasihinya, yaitu ibunya,
neneknya dan Rasul Paulus! Marilah kita memberikan contoh teladan
bagi generasi penerus kita: praktik iman, yaitu iman yang dilanjutkan
dengan perbuatan iman!
4. Tuhan Yesus (Lukas 2:49-52)
Yesus
sebagai Anak Manusia juga meng-alami pendidikan dari orang tua jasmani-Nya,
Yusuf dan Maria. Dalam kisah di Lukas ini, sebagai Manusia, Yesus bertumbuh
menjadi seorang yang berkenan kepada Allah (vertikal) dan kepada sesama-Nya
(horisontal).
Kita melihat pada tiga contoh sebelumnya betapa penting peran ayah-ibu, kakek-nenek, Imam Eli (gereja) dalam membina pertumbuhan iman remaja dan kaum muda. Namun Yesus seolah-olah mengabaikan orang tua jasmani-Nya dan melakukan suatu terobosan yang sepertinya melanggar aturan ibadah tradisional waktu itu. Yesus tidak mau berhenti pada kegiatan ritual ibadah Paskah saja, namun mengajak orang tua-Nya untuk berpandangan lebih jauh. Dia rindu mereka dapat selalu memikir-kan perkara-perkara yang di atas.
Ibu-Nya merenungkan apa yang telah dilakukan Yesus.
Marilah
kita orang tua jangan merasa sudah puas jika melihat anak-anak kita aktif dalam
ibadahnya, misal: rajin ke kebaktian, rajin mengikuti acara-acara kerohanian,
dst. walaupun hal itu sangat diperlukan. Kita harus meningkatkan kerinduan kita
supaya anak-anak kita benar-benar bertemu dengan Allah – Yesus Kristus –
secara pribadi!”
Itulah contoh-contoh
kehidupan yang mengalami pendidikan dari orang tua mereka. Apa hasil yang
mereka peroleh? Secara horisontal mereka menjadi pribadi yang berhasil:
Musa menjadi pemimpin (atau bisa dianggap menjadi raja) bangsa Israel; Samuel
berhasil menjadi nabi atau seorang pemberita Firman Tuhan; Timotius berhasil
menjadi seorang pengajar seperti Rasul Paulus; dan Yesus menjadi seorang
Gembala, Nabi, Guru, Rasul, Juruselamat bahkan Mempelai Pria Surga. Tetapi
hasil yang lebih penting adalah mereka bertumbuh dengan baik,
berkenan di hadapan Tuhan dan manusia!
berkenan di hadapan Tuhan dan manusia!
Sebagai orang tua, kita
harus berjuang untuk mendidik anak-anak kita sesuai dengan kehendak Tuhan!
Mereka adalah generasi penerus yang bertugas meneruskan iman dan keselamatan
yang telah kita terima dari Tuhan Yesus Kristus!
Amin.